NPM : 19211221
Kelas ; 3 EA 07
Pertumbuhan ekonomi yang mencapai 6,4 persen pada triwulan
II-2012 lebih banyak dinikmati kalangan kelas menengah. Hal itu karena
pertumbuhan ekonomi yang kurang berkualitas.
Guru
Besar Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada Mudrajad
Kuncoro menyatakan, pertumbuhan ekonomi meningkat dan pendapatan per kapita
mencapai 3.540 dollar Amerika Serikat per tahun.
Namun,
indikasi ketimpangan terlihat sebagai hasil proses pembangunan nasional saat
ini. Hal itu diukur dengan ketimpangan distribusi pendapatan yang semakin lebar
sebagaimana tecermin dari koefisien gini, yakni meningkat dari 0,33 tahun 2002
menjadi 0,41 tahun 2011.
”Ironisnya,
penurunan kue nasional yang dinikmati kelompok 40 persen penduduk termiskin
justru diikuti oleh kenaikan kue nasional yang dinikmati oleh 20 persen
kelompok terkaya,” kata Mudrajad saat dihubungi di Jakarta.
Ketua
Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi melihat pertumbuhan
itu hanya dinikmati oleh kelas menengah ke atas, sedangkan masyarakat kelas
bawah yang tergerus berbagai hambatan hanya berupaya bisa bertahan.
”Kalaupun
untung, kelas bawah itu keuntungannya semakin tipis karena mereka harus
merasakan tingginya harga bahan baku dan harus berhadapan dengan bunga kredit
perbankan yang tinggi,” kata Sofjan.
Ia
memastikan pertumbuhan yang saat ini dicapai dipicu oleh kenaikan pola konsumsi
masyarakat dalam menghadapi puasa dan perayaan Idul Fitri. Soal investasi yang
meningkat, menurut Sofjan, bukanlah merupakan hal baru.
Dikatakan,
investasi yang saat ini terlihat gencar dilakukan, terutama oleh investor
asing, merupakan proses yang sudah berlangsung dua tahun lalu. Bukan kecepatan
proses investasi yang baru-baru ini diajukan, seperti investasi Foxconn dari
Taiwan yang masih berkutat pada pencarian lahan industri.
Tidak
banyak perubahan
Kalangan
nelayan dan serikat buruh mengakui tidak banyak merasakan dampak dari
pertumbuhan ekonomi triwulan II yang signifikan.
Cornelius
Mahuze (32), nelayan tradisional warga suku Marind Kampung Mbuti, Distrik
Merauke, Kabupaten Merauke, Papua, mengaku kehidupannya selama ini tidak
mengarah lebih baik. ”Ya, begini-begini saja, hanya bisa jaring udang. Tidak
punya perahu, tidak ada modal,” ujarnya, Selasa.
Cornelius
sehari-hari bekerja menjaring udang di pinggir laut di Pantai Mbuti. Bila
sedang musim udang, ia bisa mendapat 10-20 kilogram per hari. Udang dijual Rp
15.000 per kg. Bila bukan sedang musim udang, ia hanya bisa mendapat 1-2 kg
dalam sehari. ”Kalau musim panas atau musim ombak besar, tidak ada
penghasilan,” ujarnya.
Laurensius
Mahuze (50), nelayan tradisional lainnya, warga Kampung Mbuti, juga hanya bisa
mengandalkan menjaring udang di pinggir laut karena tidak memiliki perahu motor
untuk menangkap ikan hingga ke tengah laut. Penghasilannya bergantung pada
musim tangkap udang.
”Kalau
tidak musim udang, saya hanya menjual kelapa muda Rp 5.000 per buah,” katanya.
Sementara
menurut aktivis buruh di Surabaya, Jawa Timur, Jamaluddin, pertumbuhan ekonomi
belum mampu menyejahterakan buruh dan hanya memberikan keuntungan bagi pelaku
usaha. Hal itu tecermin dari bertambahnya pekerja dengan status alih daya
sehingga kewajiban pemilik perusahaan, seperti memberikan hak pensiun,
tunjangan kesehatan, dan biaya sekolah anak, justru nihil.
”Upah
buruh di Indonesia paling murah dibandingkan Thailand, Singapura, Filipina, dan
Malaysia. Artinya, pertumbuhan ekonomi tidak berbanding lurus dengan
penghasilan buruh, apalagi petani dan nelayan,” katanya.
Sementara
itu, pengamat ekonomi dari Universitas Airlangga, Surabaya, Subagyo, menilai,
hasil dari semua itu justru dinikmati oleh investor asing yang sudah menguasai
kepemilikan saham di hampir semua sektor usaha. ”Pertumbuhan ekonomi tidak
berdampak langsung pada orang-orang kecil, tetapi justru para pemilik modal,”
ujarnya.
Menteri
Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Armida Alisjahbana menyatakan,
pertumbuhan ekonomi triwulan II-2012 dipicu pertumbuhan konsumsi domestik dan
investasi. Pemerintah menargetkan pertumbuhan investasi 11 persen, realisasinya
bisa mencapai 12 persen.
”Bagaimana
menjaga momentum dan meminimalkan ekspor yang turun. Kemudian kontribusi sektor
pertanian paling bagus. Itu yang menjadi pendorong. Harapan kami, semua itu
bisa diterjemahkan pada kesejahteraan rakyat dan mengurangi pengangguran,”
ujarnya.
- Pertumbuhan ekonomi
yang mencapai 6,4 persen pada triwulan II-2012
S P O
-
Cornelius sehari-hari bekerja
menjaring udang
S P O
- Pemerintah menargetkan pertumbuhan investasi
11 persen
S
P O
- Mudrajad Kuncoro menyatakan, pertumbuhan pendapatan
per kapita mencapai 3.540.
S P O
Tidak ada komentar:
Posting Komentar