Assalamualaikum Wr. Wb.
Dalam Perjalanan
Bangsa ini yang sudah merdeka selama 68 tentu sudah menginjak usianya yang
sudah sangat dewasa dan berpengalaman. Namun ada salah satu hal dari bangsa
kita ini yang selalu menjadi permasalahan dan tak pernah ada habisnya yaitu
Korupsi. Kenapa Korupsi terus merajalela di negeri ini ? adakah yang salah
dalam tatanan bangsa ini ?
Dalam Islam korupsi disebut (ikhtilas) adalah
suatu jenis perampasan terhadap harta kekayaan rakyat dan negara dengan cara memanfaatkan
jabatan demi memperkaya diri atau orang lain. Upaya pemberantasan korupsi di Indonesia bisa dikatakan
telah berjalan sejak republik ini berdiri. Berdasarkan sejarah, selain KPK yang
terbentuk pada tahun 2003, terdapat 6 lembaga pemberantasan korupsi yang pernah
dibentuk di negeri ini, yakni: (i) Operasi Militer pada tahun 1957, (ii) Tim
Pemberantasan Korupsi pada tahun 1967, (iii) Operasi Tertib pada tahun 1977,
(iv) Tim Optimalisasi Penerimaan Negara dari sektor pajak pada tahun 1987, (v)
Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TKPTPK) pada tahun 1999 dan
(vi) Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Timtas Tipikor) pada tahun 2005. Dalam
pembentukan lembaga-lembaga ini bukan tidak ada hasil namun sangat cukup mebuat
takut para koruptor, tetapi dalam kontek nyata para koruptor ini tidak ada kata
jera. Kenapa ini bisa terjadi ?
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda: “Siapa saja yang kami (Negara) beri tugas untuk
melakukan suatu pekerjaan dan kepadanya telah kami beri rezeki (upah/gaji),
maka apa yang diambil olehnya selain (upah/gaji) itu adalah kecurangan.”
(HR. Abu Dawud).
Berbeda dengan kasus pencurian yang termasuk dalam bab hudud, korupsi termasuk dalam bab ta’zir yang hukumannya tidak secara langsung ditetapkan oleh nash, tetapi diserahkan kepada khalifah atau qadhi (hakim). Di Indonesia sendiri undang-undang anti Korupsi diatur pada Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tidak pidana korupsi. Dalam UU ini mengatur beberapa aturan tentang tindak pidana korupsi.
Dalam Islam sendiri dicontohkan untuk hukuman para koruptor yaitu dalam bentuk hukuman ta’zir. Bentuk ta’zir untuk koruptor bisa berupa hukuman tasyhir (pewartaan atas diri koruptor; misal diarak keliling kota atau di-blow up lewat media massa), jilid (cambuk), penjara, pengasingan, bahkan hukuman mati sekalipun; selain tentu saja penyitaan harta hasil korupsi. Dalam hal ini ada 2 hal yang sama yaitu hukuman penjara dan hukuman penyitaan harta korupsinya. Tetapi sejauh ini tingkat korupsi di Indonesia masih saja pada tingkat yang cukup tinggi. Sehingga ini harusnya menjadi perhatian besar bagi khususnya lembaga hukum yang setidaknya bisa membuat atau merevisi UU yang ada menjadi lebih ketat lagi hukumnya, misalnya hukuman mati atau penjara seumur hidup bagi terpidana korupsi.
Beberapa sahabat pun pernah mencontohkan beberapa hukuman
untuk para koruptor seperti yang terjadi ketika :
halifah Umar bin Abdul Aziz, misalnya, pernah menetapkan sanksi hukuman cambuk dan penahanan dalam waktu lama terhadap koruptor (Ibn Abi Syaibah, Mushannaf Ibn Abi Syaibah, V/528; Mushannaf Abd ar-Razaq, X/209).
Adapun Khalifah Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu pernah menyita seluruh harta pejabatnya yang dicurigai sebagai hasil korupsi (Lihat: Thabaqât Ibn Sa’ad,Târîkh al-Khulafâ’ as-Suyuthi).
Ini tentu mengidentipikasikan betapa seorang yang melakukan korupsi itu sangat merugikan orang banyak. Dan seharusnya ini menjadi perhatiaan serius antara pakar ekonomi dan Lembaga Pemberantasan korupsi. Dan Jika harta yang dikorupsi mencapai jumlah yang membahayakan ekonomi negara, bisa saja koruptor dihukum mati. Hukuman mati ini memang bukan semata-mata akan menghapus tindak korupsi seditaknya hukum mati ini akan menurunkan nyali seseorang untuk berbuat melakukan tindak korupsi.
Ada langkah-langkah yang bisa mengurangi terjadinya tindak korupsi Pertama: pengawasan yang dilakukan oleh individu. Kedua: pengawasan dari kelompok, dan ketiga: pengawasan oleh negara.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Lomba blog muslim anti korupsi I